Senyuman Terakhir Bunga

“Wan, besok bawa buku kimia, mtk and biologi ku ya”. Kata bunga.
“Iya, Insya Allah” Jawabku singkat.
“Oh iya, fisikaku juga ya !”. kata Bunga lagi.
“Tapi, catatan fisikamu belum lengkap aku salin”
“Makanya kalau dispen tuh jangan kerajinan”. Gerutu Bunga.
“Ya terserah aku dong, lagipula kau Cuma nyalin buku fisika doang”
“Pokoknya kamu harus salin tuh buku fisika! Soalnya besok mau dipake.”
“Iya ini juga lagi aku salin, Insya Allah ku kembalikan semuanya besok.”
“Aku tunggu di Kantin!”
“Iya…”
“Jangan lupa”
“Iya.. iya ih”
“Fisika juga loh!”
“Iya… iya cerewet banget sih” ledekku lalu kututup teleponnya.
Habisnya temanku yang satu ini paling cerewet deh. Kalau bicara sama dia, bisa-bisa gondokan aku. Abis tiap ngomong pasti gak ada titik komanya. Tapi, walau begitu dia adalah teman terbaikku.
Esoknya ku tunggu bunga dikantin seperti biasanya, dia tak kunjung datang. Aku heran dengannya, padahal biasanya aku dan bunga sering menghabiskan waktu istirahat ditempat ini. Sampai waktu istirahat berakhir Bunga belum juga menampakkan sosok cantiknya. Jadi, aku beranjak masuk kekelas. Saat pulang sekolah ku menunggu Bunga di gerbang sekolah. Namun, setelah beberapa jam menunggu Bunga tak juga muncul.
“Mana sih tuh anak??” gerutuku kesal karena terlalu lama menunggu, akhirnya aku memutuskan pergi ke rumah Bunga.
Sesampainya di sana, aku langsung dipersilahkan ke kamar Bunga oleh mbok Inem asisten Bunga he…he…he…
“Oh mas Awan toh. Pasti mencari Mbak Bunga ya?” tanya Mbok Inem dengan logat jawanya.
“Ia Mbok, Bunga ada nggak Mbok?”. Tanyaku.
“Mabak Bunga ada di kamar, monggo tak anter.” Mbok Inem mengantarku ke kamar Bunga.
“Bunga Kamu kenapa?”. Tanyaku penuh kecemasan melihat Bunga berbaring dikasur.
“Nggak kenapa-kenapa, Cuma sakit biasa aja kok.” Jawabnya.
“Sakit apa sih kamu?” tanyaku cemas.
“Mau tau aja.” Jawabnya.
“Yeh orang nanya bener-bener kok.” Tanyaku mulai kesal.
“Biasa penyakit orang kaya, penyakit kanker alias kantong kering.” Emang kenapa mau bagi duit ya?” Ucap bunga asal ceplos. Kami pun sering bercanda tawa serentak berikut mbok Inem juga.
Setelah beberapa hari kondisi bunga mulai memulih, hari itu aku dan bunga menghabiskan sore di dermaga menatap senja bersama. Tiba-tiba saja hidung bunga mengeluarkan darah kental.
“Bunga kamu kenapa?” tanyaku cemas sambil membersihkan darah dihidung dengan tisu.
“Nggak Cuma mimisan doank kok.” Ucapnya berusaha menenagkanku.

Hari libur panjangpun dimulai, aku dan Bunga memutuskan berlibur ke puncak.

“Bunga bantuin aku dong nyari cewek!” Ucapku berusaha membuat panas Bunga.
“Dari mukamu yang Handsome itu, ada satu cewek yang cocok buat kamu.” Jawab karin.
“Siapa…Siapa..? Agnes Monica ya?”
“Bukan tapi kembarannya.”
“Emangnya Agnes Punya kembaran gitu?”
“Iya dong, dia kan calon pacar kamu.”
“Emang siapa namanya?”
“Mak Erot.”
“Mak Erot, Mbah mu. Orang ku nanya bener. Sini kamu biar ku jitak.” Aku mengejar karin.
“Ayo kalo mau jitak kejar aku dulu aku.” Bunga berlari, tiba-tiba saat berlarian Bunga jatuh tak sadarkan diri. Wajahnya pucat pasi. Akupun lekas membawa ke rumah sakit terdekat.
“Bunga Kenapa kok, tiba-tiba pingsan?” Tanyaku.
“Nggak kenapa-kenapa kok, karena nggak biasa dengan cuaca dingin, aja kali.” Ucapnya berusah menenenagkanku.
“Makanya kalo keluar rumah make jaket tebal ya!” saranku pada Bunga.
“Kalau kamu punya umur satu hari lagi. Apa yang mau kamu lakukan? Tanya Bunga dengan nada serius.
“Ya kalo aku sih, pengen maen PS sepuasnya. Soalnyakan diakhirat nggak ada rental PS. Kalo kamu?”. Ucapku dengan sedikit nada bercanda.
“Kalo aku ingin menghabiskan sisa hariku dengan orang yang sangat aku cintai.” Bunga menatapku dengan tatapan dengan penuh kesedihan , sepertinya ada sesuatu yang berusaha ia sembunyikan.

********

Aku pulang sekolah dengan Bunga sepeti biasa. Namun, aku melihat wajah bunga yang pucat pasi sepeti menahan sakit yang luar biasa dalam raga indahnya.
“Awan ayo kita pergi ke Danau , Aku ingin kesana sekali, please. Kamu mau ngantar aku yah. Please.” Pinta bunga sambi menggenggam tanganku.
“Tapi, kamu kelihatannya nggak enak badan , lebih baik kita pulang yah!” ajakku pada bunga, jujur aku sangat khawarir sekali dengan keadaanya itu.
“Ayolah kau kan sahabatku, lagipula kita kan jarang ke Danau itu lagi semenjak kelas 2 ,tenang aku akan baik-baik saja qo.”
“Ya sudah tapi jam 5 kita pulang yach ?” walaupun aku mengiyakan ajakan bunga. Tetapi, aku tetap khawatir padanya.
Sesampainya di Danau, kami duduk di bawah sebuah pohon yang rindang, tempat kami bermain dulu , kami duduk berdampingan lalu Bunga bersandar padaku.
“Aku bahagia bisa menghabiskan sisa umurku dengan orang yang aku cinta”.ucap bunga dengan nad yang semakin serak.
“Maksudmu apa bunga?” tanyaku pada bunga. Namun tak ada jawaban dan respon dari bunga. Kulihat wajahnya sangat pucat, hidungnya mengeluarkan darah.
“Bunga kamu kenapa?” aku semakin khawatir dengan keadaannya. Ku periksanya denyut nadinya, nadinya berdenyut pelan ku goyangkan tubuh Bunga berusaha menyadarkannya namun Bunga tak kunjung sadar, karena khwatir akupun membopong Bunga berusaha membawanya ke RS terdekat. Seseampainya di sana dia langsung mendapatkan penanganan dari dokter lalu dirawat di ruang ICU. Sementara aku tetap menunggu dengan penuh kepanikan. Beberapa menit kemudian dokter yang merawat Bungapun keluar, dokter mengatakan bahwa sebenarnya Bunga mengidap penyakit kanker otak stadium akhir, mendengar ucapan itu, Jiwaku bagai di himpit 2 buah batu besar, mataku tak kuasa menahan lelehan air mata melihat bunga berbaring tak berdayadi ruang ICU.
Bunga Anindia Putri dia adalah gadis yang pintar, mandiri, lembut dan murah senyum, hari-hariku dulu penuh warna bersama dirinya, namun sudah beberapa hari ini senyum indahnya hilang dari pandanganku, hari-hariku sepi tanpa kehadirannya, aku merasakan ada sesuatu yang hilang dalam hidupku, tidak sepeti biasanya aku pulang sendirian.
Hari ini aku bermaksud menjenguk Bunga dirumah sakit, namun sebelum itu aku pergi ke toko bunga untuk membeli 3 tangkai bunga warna putih. Sesampainya di RS.
“Nak Riko terimakasih ya sering menjaga Bunga.” Tiba-tiba seorang yang kukenal menghampiri.
“Eh, Om Hari, tidak apa-apa om, lagi pula Bunga kan sahabatku, bagaimana keadaan Bunga Om?”
“Ya begitulah nak.” Jawab om Hari dengan nada sedih
“Pasti Bunga bisa sembuh kok Om, dia adalah gadis yang kuat , Riko akan selalu menemani Bunga sampai Bung sembuh” hiburku pada Om Hari yang terlihat sangat sedih .
“Maaf ya nak Rio, om selalu merepotkan nak Rio.”
“Tidak apa-apa om, lagipula om kan ayahnya bunga.”
“Terimakasih nak Riko , kalau begitu Om akan antar nak Riko ke RS.” Ajak Om Hari , akhirnya kamipun menuju RS bersama , tetapi sebelumnya kami berbalanja beberapa tangkai Bunga anggrek untuk sahabatku ini.

Sesampainya di RS , ku letakkan bunga Anggrek di samping ranjang Bunga sahabatku
“Bunga cepet sembuh ya, aku ingi kita seperti dulu lagi, aku ingin hari-hariku diisi canda tawa kita.” Ku pegang erat tangan Bunga berbaring lemas dengan impusan yang menancap di tangannya.
“Terimakasih wan, kami sudah menjagaku disisa umurku yang pendek ini.” Ucap bunga pelan.
“Ngomong apa kamu ini? Kita akan selalu bersama. Oleh karena itu kau harus tetap kuat ya!” lelehan air mata mengalir di pipiku tanpa bisa kukendalikan.
“Terima kasih awan.”Ucap Bunga lemas, hidung dan telinganya mulai mengeluarkan darah kental, tak ada lagi denyut jantung ditubuhnya dia telah tiada, namun kulihat wajahnya tetap menyisakan senyuman indah yang merekah.

Kini Bunga telah tiada namun dalam hatiku dia selalu ada , dia selalu datang untukku dengan membawa senyum manisnya .

Tentang jstories

Cikampek. Bekasi. Jawa Barat. “I'm not a strong girl. I'm just a little girl.” Berusaha menjadi seseorang yang berguna bagi agama. selalu berharap menjadi wanita shalehah. Menulis itu bagaikan sarana untuk menyalurkan semua emosi yang sering kali terpendam dalam hatinya. Meski pendiam, ia sama sekali tak ingin dibilang sombong. Menulis sama halnya dengan berbicara dengan hati dan berbagi dengan teman-teman.
Pos ini dipublikasikan di Me's. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar